♫♪LOKALMUSIC♪♫

Pertama, siapa bilang band ini sudah "tidak Weezer lagi"? Penulisan lagu yang kuat, disusun dengan cermat dan menghasilkan alur yang menyenangkan. Nada-nada riang dengan distorsi kasar yang dikemas manis, masih memungkinkan kita untuk bisa menikmati kesederhanaan lagunya. Siapa lagi yang bisa melakukan hal itu dengan baik? Kemudian, Wisnu (vokal) berhasil menulis lirik berbahasa Indonesia yang mendominasi album ini dengan cerdas, lugas dan tanpa kecanggungan. Ia bahkan berhasil memasukkan punchy lines di setiap lagunya yang berisi hal spesifik (yang sebenarnya sudah sering diangkat), dengan gaya khas yang tidak membuat mereka terjebak ke kubangan stereotip. Seperti langit dan birunya atau diam dan emasnya :) Lagu-lagu dalam album ini adalah segala kebaikan (dan tambahan) referensi yang diinterpretasi dengan baik oleh Monkey to Millionaire.Dibandingkan dengan EP mereka, album ini jelas lebih variatif dan menawarkan suasana berbeda di setiap tracknya. Agan (bass) dan Emir (drum) yang terus bermain-main di ruang eksplorasi, dengan sukses mengantarkan "Lantai Merah" menuju kepribadian Monkey to Millioanire yang lebih segar, dewasa dan terarah. Yang merindukan riff gitar yang besar dan semangat dari lagu-lagu terdahulu Monkey to Millionaire bisa langsung lari ke track "Satu Nama". Dan bersiaplah untuk terpesona dengan "Strange is The Song In Our Conversations" yang menampilkan suara dari Marsha Suryawinata, yang terdengar The Shins-like atau bahkan Matthew Dear-ish. Single resmi pertama mereka, "Replika", sebenarnya sudah menjadi pembuka yang baik dan membuka mata (dan telinga) bahwa band ini tidak hanya kritis terhadap kondisi musik Indonesia, tapi juga terbuka pada garage rock - noise pop - bahkan lo-fi sounds. Pertanyaan besarnya, sudah seberapa terbuka dan siapkah pikiran kita untuk menerima penyegaran dari Monkey to Millionaire?